Agricultural Engineering. Sebelas anggota dari Komisi IV DPR-RI yang membidangi pertanian, perikanan dan kelautan, serta kehutanan berkunjung ke Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra),
Banjarbaru, Kalimantan Selatan (31/10/11). Begitu masuk ke ruang pamer
di aula Balittra, mereka
langsung ‘berebut’ buku dan brosur tentang teknologi lahan rawa yang dipajang di meja pamer. Usai memperoleh sejumlah literatur, rombongan serius mendengarkan penjelasan Dr. Haris Syahbuddin Kepala Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) mengenai produk yang telah dihasilkan Balittra sejak 50 tahun berdiri.
langsung ‘berebut’ buku dan brosur tentang teknologi lahan rawa yang dipajang di meja pamer. Usai memperoleh sejumlah literatur, rombongan serius mendengarkan penjelasan Dr. Haris Syahbuddin Kepala Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) mengenai produk yang telah dihasilkan Balittra sejak 50 tahun berdiri.
Sebut saja biotara, pupuk hayati khas rawa, yang mengandung bakteri
pelarut fosfat dan pelarut kalium dapat meningkatkan efisiensi pemupukan
di tanah rawa, yang hingga kini statusnya sedang diuji efektivitasnya
melalui kerjasama dengan PT Pupuk Kaltim.
Sementara biosure adalah pupuk hayati yang berfungsi ‘menjinakkan’
lapisan pirit yang telah teroksidasi dan menjadi penyebab kemasaman pada
tanah rawa. Produk lain yang juga dipamerkan ialah teknologi pengusir
tikus ‘ratel’ dan pestisida nabati asal kirinyu.
Anggota DPR-RI Viva Yoga Mauludi terlihat mengagumi varietas padi khas rawa seperti Margasari dan Siam Unus Mutiara. Menurut Dr. Haryono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang Pertanian) Kementerian Pertanian RI, padi khas rawa itu memiliki keunggulan yang tidak ditemui pada padi di lahan irigasi atau tadah hujan. “Biji-bijian yang ditanam di lahan rawa kaya zat besi dan selenium,” kata Haryono. Karena itu masyarakat yang rutin mengkonsumsi padi rawa jarang yang mengalami defisiensi zat besi.
Wajah M. Romahurmuziy, ketua Komisi IV DPR-RI, terlihat serius mendengarkan Kepala Balittra, berbicara. Sesekali wakil rakyat itu menyela penjelasan Kepala Balittra untuk bertanya atau memberi saran. “Segera cari pihak swasta untuk memasarkan biotara dan biosure agar hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,” kata Ketua Komisi IV DPR-RI.
Usai melihat produk hasil penelitian, sebelas anggota DPR-RI lalu memperhatikan peta lahan rawa yang dibuat tim peneliti Balittra. Dari peta itu terlihat wilayah Kalimantan Selatan terdiri dari lahan rawa yang karakternya ternyata tidak tunggal. Ya, di Kalimantan Selatan terdapat lahan rawa pasang surut dan rawa lebak yang cocok untuk padi dengan karakter lahan yang berbeda-beda. Usai memperhatikan pemaparan tentang potensi lahan rawa, teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, dalam hal ini teknologi pertanian lahan rawa, serta upaya terobosan yang akan dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian, seperti pola diseminasi pada cluster yang besar, minimal 500 ha, Ketua Komisi IV DPR-RI menyatakan “Bila lahan rawa ini dapat dibudidayakan padi, tentu kita tak usah repot-repot mencetak sawah baru di lahan kering yang malah berpotensi menimbulkan persoalan hukum,”.
Dukungan Komisi IV DPR-RI terhadap pertanian lahan rawa tentu membangkitkan gairah peneliti Balittra untuk terus berkarya. “Lahan rawa harus menjadi pertanian masa depan,” kata M. Jafar Hafsyah, anggota komisi IV. Untuk memenuhi harapan itu salah satunya Balittra sedang mengembangkan kalender tanam di lahan rawa di seluruh Bumi Kalimantan. Dengan kalender tanam petani maupun pemerintah terkait mudah menentukan musim tanam di tengah perubahan iklim belakangan ini. “Kita akan membagi musim tanam pada tahun normal, tahun kering, dan tahun basah,” kata Kepala Badan Litbang Pertanian.
Sumber : Litbang Deptan
Anggota DPR-RI Viva Yoga Mauludi terlihat mengagumi varietas padi khas rawa seperti Margasari dan Siam Unus Mutiara. Menurut Dr. Haryono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang Pertanian) Kementerian Pertanian RI, padi khas rawa itu memiliki keunggulan yang tidak ditemui pada padi di lahan irigasi atau tadah hujan. “Biji-bijian yang ditanam di lahan rawa kaya zat besi dan selenium,” kata Haryono. Karena itu masyarakat yang rutin mengkonsumsi padi rawa jarang yang mengalami defisiensi zat besi.
Wajah M. Romahurmuziy, ketua Komisi IV DPR-RI, terlihat serius mendengarkan Kepala Balittra, berbicara. Sesekali wakil rakyat itu menyela penjelasan Kepala Balittra untuk bertanya atau memberi saran. “Segera cari pihak swasta untuk memasarkan biotara dan biosure agar hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,” kata Ketua Komisi IV DPR-RI.
Usai melihat produk hasil penelitian, sebelas anggota DPR-RI lalu memperhatikan peta lahan rawa yang dibuat tim peneliti Balittra. Dari peta itu terlihat wilayah Kalimantan Selatan terdiri dari lahan rawa yang karakternya ternyata tidak tunggal. Ya, di Kalimantan Selatan terdapat lahan rawa pasang surut dan rawa lebak yang cocok untuk padi dengan karakter lahan yang berbeda-beda. Usai memperhatikan pemaparan tentang potensi lahan rawa, teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, dalam hal ini teknologi pertanian lahan rawa, serta upaya terobosan yang akan dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian, seperti pola diseminasi pada cluster yang besar, minimal 500 ha, Ketua Komisi IV DPR-RI menyatakan “Bila lahan rawa ini dapat dibudidayakan padi, tentu kita tak usah repot-repot mencetak sawah baru di lahan kering yang malah berpotensi menimbulkan persoalan hukum,”.
Dukungan Komisi IV DPR-RI terhadap pertanian lahan rawa tentu membangkitkan gairah peneliti Balittra untuk terus berkarya. “Lahan rawa harus menjadi pertanian masa depan,” kata M. Jafar Hafsyah, anggota komisi IV. Untuk memenuhi harapan itu salah satunya Balittra sedang mengembangkan kalender tanam di lahan rawa di seluruh Bumi Kalimantan. Dengan kalender tanam petani maupun pemerintah terkait mudah menentukan musim tanam di tengah perubahan iklim belakangan ini. “Kita akan membagi musim tanam pada tahun normal, tahun kering, dan tahun basah,” kata Kepala Badan Litbang Pertanian.
Sumber : Litbang Deptan
No comments:
Post a Comment