Agricultural Engineering - Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) IPB, Prof Dr Erliza Hambali mengatakan, "Enhanced Oil Recovery" (EOR) sebagai solusi untuk meningkatkan produksi minyak.
"EOR merupakan solusi penting dan injeksi bahan kimia adalah metode
yang perlu dikembangkan untuk mengembangkan perminyakan Indonesia," papar Prof Erliza Hambali.
Metode "EOR" adalah "water flooding" alias menginjeksikan air ke dalam pori-pori reservoir di bawah permukaan agar produksi naik atau persentase decline-nya tidak terlalu cepat.
"EOR" juga dapat diartikan penambahan energi dari luar, yaitu injeksi air atau gas, dengan menggunakan metode penyerapan tahap lanjut, misalnya injeksi panas, kimiawi, CO2, dan sebagainya.
Selain itu, "EOR" dapat dinilai sebagai upaya untuk menjaga kestabilan dan atau menambah tenaga reservoir secara langsung, yaitu dengan menginjeksikan air atau gas pada suatu sumur, untuk kemudian memproduksikannya dari sumur lainnya.
Prof Erliza mengatakan, pengembangan Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi diharapkan dapat menjadi wahana untuk pertukaran pemikiran, visi dan misi dalam pengembangan perminyakan nasional ke depan.
"Pengembangan surfaktan dan polimer sebagai bahan kimia EOR memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang lebih mendalam dan komprehensif guna mendapatkan teknologi yang tepat guna bagi industri minyak bumi," terangnya.
Oleh karena itu, tegas Erliza, pengembangan surfaktan dan polimer tidak akan tercapai tanpa adanya kerjasama yang dinamis antara institusi pendidikan, badan penelitian dan pengembangan, pemerintah, dan pemangku kebijakan industri perminyakan.
Erliza mengatakan, pengembangan Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi IPB, merupakan kontribusi Pertamina EP yang disetujui Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS) pada 2010.
"Kepercayaan Pertamina EP dan BP MIGAS pada pengembangan EOR di perguruan tinggi, menunjukkan bahwa peneliti Indonesia mampu berperan dan bersaing dalam pengembangan surfaktan dan polimer untuk teknologi EOR," paparnya.
Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi memiliki 18 orang peneliti tetap bergelar doktor, 19 peneliti tetap yunior, 24 peneliti tamu dalam negeri, 6 peneliti tamu luar negeri, 7 teknisi dan 7 staf penunjang.
Rektor IPB, Prof Dr Herry Suhardiyanto menambahkan, "EOR" sebagai solusi untuk mengatasi semakin menipisnya cadangan minyak Indonesia.
"Cadangan minyak Indonesia semakin menipis, karena sebagian sumur yang dimiliki sudah tua dan melewati masa puncak produksinya," kata Prof Herry Suhardiyanto.
Dia melanjutkan, "Sejak 1999 produksi minyak Indonesia terus mengalami penurunan, yaitu dari 1,6 juta barel per hari menjadi 905 ribu barel," bebernya.
Herry Suhardiyanto mengatakan, teknologi EOR menggunakan surfaktan dan polimer merupakan teknologi baru yang belum pernah diaplikasikan pada sumur minyak di Indonesia untuk skala lapangan, bahkan di seluruh dunia saat ini masih sangat sedikit perusahaan yang pernah mencobanya.
sumber : Antara
"EOR merupakan solusi penting dan injeksi bahan kimia adalah metode
yang perlu dikembangkan untuk mengembangkan perminyakan Indonesia," papar Prof Erliza Hambali.
Metode "EOR" adalah "water flooding" alias menginjeksikan air ke dalam pori-pori reservoir di bawah permukaan agar produksi naik atau persentase decline-nya tidak terlalu cepat.
"EOR" juga dapat diartikan penambahan energi dari luar, yaitu injeksi air atau gas, dengan menggunakan metode penyerapan tahap lanjut, misalnya injeksi panas, kimiawi, CO2, dan sebagainya.
Selain itu, "EOR" dapat dinilai sebagai upaya untuk menjaga kestabilan dan atau menambah tenaga reservoir secara langsung, yaitu dengan menginjeksikan air atau gas pada suatu sumur, untuk kemudian memproduksikannya dari sumur lainnya.
Prof Erliza mengatakan, pengembangan Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi diharapkan dapat menjadi wahana untuk pertukaran pemikiran, visi dan misi dalam pengembangan perminyakan nasional ke depan.
"Pengembangan surfaktan dan polimer sebagai bahan kimia EOR memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang lebih mendalam dan komprehensif guna mendapatkan teknologi yang tepat guna bagi industri minyak bumi," terangnya.
Oleh karena itu, tegas Erliza, pengembangan surfaktan dan polimer tidak akan tercapai tanpa adanya kerjasama yang dinamis antara institusi pendidikan, badan penelitian dan pengembangan, pemerintah, dan pemangku kebijakan industri perminyakan.
Erliza mengatakan, pengembangan Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi IPB, merupakan kontribusi Pertamina EP yang disetujui Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS) pada 2010.
"Kepercayaan Pertamina EP dan BP MIGAS pada pengembangan EOR di perguruan tinggi, menunjukkan bahwa peneliti Indonesia mampu berperan dan bersaing dalam pengembangan surfaktan dan polimer untuk teknologi EOR," paparnya.
Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi memiliki 18 orang peneliti tetap bergelar doktor, 19 peneliti tetap yunior, 24 peneliti tamu dalam negeri, 6 peneliti tamu luar negeri, 7 teknisi dan 7 staf penunjang.
Rektor IPB, Prof Dr Herry Suhardiyanto menambahkan, "EOR" sebagai solusi untuk mengatasi semakin menipisnya cadangan minyak Indonesia.
"Cadangan minyak Indonesia semakin menipis, karena sebagian sumur yang dimiliki sudah tua dan melewati masa puncak produksinya," kata Prof Herry Suhardiyanto.
Dia melanjutkan, "Sejak 1999 produksi minyak Indonesia terus mengalami penurunan, yaitu dari 1,6 juta barel per hari menjadi 905 ribu barel," bebernya.
Herry Suhardiyanto mengatakan, teknologi EOR menggunakan surfaktan dan polimer merupakan teknologi baru yang belum pernah diaplikasikan pada sumur minyak di Indonesia untuk skala lapangan, bahkan di seluruh dunia saat ini masih sangat sedikit perusahaan yang pernah mencobanya.
sumber : Antara
No comments:
Post a Comment